FILSAFAT ILMU
DAN
PENERAPANNYA
A. Pendahuluan
Manusia
lahir dalam keadaan misterius. Artinya sangat sulit mengetahui
mengapa, bagaimana, dan untuk apa kelahirannya itu. Yang
pasti diketahui ialah bahwa manusia dilahirkan oleh Tuhan melalui manusia lain
(orang tua), sadar akan hidup dan kehidupannya dan sadar pula akan tujuan
hidupnya. Yaitu kembali kepada Tuhan. Kehadirannya ke dunia seperti buku
tanpa bab pendahuluan dan penutup. Ia akan menghadapi isinya
saja. Ia harus menyusun sendiri bab pendahuluan dan penutupnya itu
berdasarkan fakta yang tersirat dalam lembaran-lembaran isinya.
Oleh karena itu setiap orang akan cenderung berbeda
pandangannya tentang ide penutup buku yang menggambarkan tujuan akhir hidupnya
nanti. Hal ini setiap orang tidak sama kemampun imajinasinya terhadap
lembaran-lembaran isi buku yang menggambarkan fakta atau kenyataan hidup
ini. Perbedaan-perbedaan itu hendaknya justru dipandang sebagai sumber
kekayaan pengetahuan tentang misteri hidup dan kehidupan manusia.
Menurut Soertrisno dkk., sesungguhnya
manusia adalah mahluk yang lemah, yang keberadaannya sangat tergantung kepada
penciptanya. Akan tetapi kebergantungan terhadap
sang pencipta tersebut bukanlah semata-mata melainkan ketergantungan
(dependence) yang berkeleluasan (indevendence). Manusia menerima ketergantungan
itu dengan otonomi, independensi, serta kreaktifitasnya sedemikian rupa
sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya.
B. Pembahasan
1 . Filasafat
Ilmu Dari Dulu sampai Sekarang
Melihat
dari sejarah hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain. Menurut Bertens, filsafat Yunani Kuno yang tadinya
merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.
Namun munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Demikian dapatlah dikemukakan
bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan
filsafat.
Ilmu pengetahuan di ambil dari bahasa inggris science, yang
berasal dari bahasa latin scientie dari bentuk kata kerja scire yang berarti
mempelajari, mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami
perluasan arti sehingga menunjuk segenap pengetahuan sistematik. Menurut Bahm
defenisi ilmu pengetahuan paling tidak melibatkan enam macam komponen yaitu
masalah, sikap, metode, aktivitas, kesimpulan dan pengaruh.
Selanjutnya Van Peursen mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari
filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang
dianut Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama
semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan
pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih
khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Pengetahuan dapat dilihat
sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari
ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas
dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan,
maka kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan
manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan.
Bidang
garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang
dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan filsafat
mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik
jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan
baik tanpa kritik dari filsafat. Michael whiteman dalam Koento Wibisono
dkk mengemukakan bahwa persoalan ilmu dianggap bersifat ilmiah karena terlibat
dalam persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang
lain tidak mungkin. Sebaliknya banyak persoalan filsafati sangat memerlukan
landasan pengetahuan ilmiah.
2 . Pemikiran Yang Berkembang
Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan
kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara berpikir logis,
maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh pengetahuan juga
berkembang. Semua orang memiliki pemahaman yang sama akan sesuatu hal yang dari
dahulu hingga sekarang tetap sama. Sebagai contoh, meja dari dahulu hingga
sekarang tetaplah bernama meja tidak digantikan dengan yang lain.
Namun bila dilihat
dari sisi lain bahwa teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan
dalam landasan teori kebenaran. Pembatasan pengetahuan itu dibatasi oleh panca
indera kita. Kita dapat melihat, mendengar, mengecap, meraba, dan mencium dari
panca indera itu secara tepat. Apabila salah satu dari panca indera tersebut
tidak berfungsi dengan baik maka tidak dapat berpikir secara tepat. Selain
pengetahuan dari indera, juga ada pengetahuan non indera yang menjadi sumber
pengetahuan manusia. Itu berasal dari akal budi manusia atau rasio manusia.
Melalui akal, manusia dapat berpikir secara tepat dan logis, dapat memiliki
gagasan atau ide dan hasil dari berpikir itu adalah pengetahuan yang rasional.
Kreativitas lahir bersama dengan lahirnya manusia itu. Kreativitas tidak hanya
sebagai penalaran, tetapi juga meningkatkan dan membuka tabir alam yang
tersedia dalam suatu dimensi kreatif. Kreativitas terdiri dari empat fungsi
dasar yang interaktif, yaitu: 1.berpikir rasional, 2. perkembangan emosional,3.
perkembangan bakat khusus, dan 4. tingkat tinggi kesadaran yang menghasilkan
imajinasi, fantasi, pendobraka pada kondisi ambang kesadaran atau ketaksadaran
William S. menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses kreatifitas berlangsung
melalui persiapan (preparation), inkubasi (incubation), iluminasi
(illumination) dan verifikasi (verification). Sadangkan
perkembangan kreativitas dapat diibaratkan lingkaran eskalasi yang memiliki aspek
urutan (succession), diskontinuitas (discontinuity), kemenonjolan
(emergence), diferensiasi dan integrasi.
Peranan aktivitas dalam evolusi ilmu dapat dikembangkan melalui potensi
kreatif individu dan kelompok yang merupakan kemungkinan dan kekuatan untuk
menjalankan berbagai langkah perubahan kehidupan manusia dalam meningkatkan
harkat dan martabatnya. Demikian pula pengaruh dimensi kreatif dapat dilihat
dari perkembangan ide-ide kreatif yang mencetuskan teori-teori ilmiah
spektakuler, meskipun terdapat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan
tersebut.
Perkembangan semua pengetahuan tersebut sangat pesat. Makin banyak
pengalaman, semakin mendorong manusia untuk mencari dan mengembangkannya
dan makin banyak cabang pengetahuan tersebut. Perkembangan pengetahuan manusia
mengakibatkan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan manusia. Menurut Chalmers
pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan diperkirakan sejak 400 tahu yang lalu. Sejak
pemikir-pemikir seperti Copermicus, Galileo, Kappler, dan
yang lebih jelas lagi sejak F. Bacon pada abad ke 15 dan 16.
3. Penalaran Ilmiah
Menurut Andi Hakim Nasution dalam Jujun mengemukakan bahwa sekiranya
binatang mempunyai kemampuan menalar, maka bukan harimau Jawa yang sekarang ini
yang dilestarikan jangan punah, melainkan manusia jawaKemampuan
menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang
merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah
pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup
berbekal pengetahuan. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana
yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek.
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan
ini secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan namun
pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.
Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama, maka oleh sebab
itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu-pun
berbeda-beda. Menurut Juyun penalaran merupakan suatu proses perpikir dalam
menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya
merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak.
Pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka
proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses kesimpulan terseburt
dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut
logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian
untuk berpikir secara sahih. Terdapat bermacam-macam
cara penarikan kesimpulan, namun untuk kesesuaian studi yang memusatkan diri
pada penalaran ilmiah.
Baik logika deduktif maupun logika induktif dalam proses penalarannya,
merupakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar.
Kenyataan ini membawa kita kepada sebuah pernyataan yaitu bagaimanakah caranya
mendapatkan pengetahuan yang benar. Sebenarnya terdapat dua cara yang pokok
bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama mendasarkan
diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan
pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahuai
adalah intuisi dan wahyu. Namun sampai sekarang ini pengetahuan yang
didapatkan secara rasional dan empiris. Intuisi merupakan pengetahuan
yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersipat
personal dan tidak bisa diramalkan. Pengetahuan Intuitif dapat
dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar
tidaknya pernyataan yang dikemukakannya. Maslow dalam Stanley
mengemukakan intuisi ini merupakan pengalaman puncak
.Sedangkan bagi Nietzsche dalam George mengemukakan intuisi merupakan
inteligensi yang paling tinggi .
Penalaran mempunyai banyak masalah yang sulit. Namun yang terpenting adalah
bagaimana cara kita menemukan atau mengetahui suatu objek yang belum tentu
lewat penarikan kesimpulan. Saya mengetahui masalah ini tampaknya sangat
sulit bagi saya dan saya tak bisa memberikan pemecahan yang lengkap. Namun
suatu hal yang pasti bahwa kita dapat mempelajari sesuatu dengan diskusi. Contoh, jika seorang bertanya kepada saya berapakah
23.169 x 7.84. Mula-mula memang saya tidak tahu, tetapi setelah
saya duduk mengerjakan perkalian tersebut lalu saya tahu bahwa 23.169 x 7.84
adalah 181.807.143.tetapi proses perkalian ini adalah berpikir:adalah
penalaran.
4. Penerapan dalam Penelitian Ilmiah
Sebelum
melakukan tindakan atau penerapan dalam penelitian ilmiah, maka
terlebih dahulu harus memahami struktur penelitian dan penulisan
ilmiah. Pemilihan bentuk dan cara penulisan dari khasanah yang tersedia
merupakan masalah selera dan prefrensi program dengan memperhatikan berbagai
faktor lainnya seperti masalah apa yang sedang dikaji,
siapakah pembaca tulisan ini dan dalam rangka kegiatan keilmuan apa karya
ilmiah ini disampaikan.
Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan
yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan
penguasaan yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penelitian
dan sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis. Sehingga tidak lagi menjadi
soal dari mana dia akan memulai, sesudah itu melakngkah ke mana.
Sebab penguasaan tematis dan teknik akan menjamin suatu keseluruhan bentuk yang
utuh.
Demikian
juga bagi seorang penulis ilmiah yang baik, tidak jadi masalah apakah
hipotesis ditulis langsung setelah perumusan masalah, ditempat mana
akan dinyatakan postulat, asumsi, atau prinsip, sebab dia
tahu benar hakikat dan fungsi unsur-unsur tersebut dalam keseluruhan struktur
penulisan ilmiah.
Setelah
masalah dirumuskan denganbaik, maka seorang peneliti menyatakan tujuan
penelitiannya. Tujuan penelitian ini adalah pernyataan mengenai ruang
lingkup dan kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang dirumuskan.Setelah
itu dibahaslah kemungkinan-kemungkinan kegunaan penelitian yang merupakan
manfaat yang dapat dipetik dari pemecahan masalah yang didapat dari peneliti.
Menurut Jujun S. mengemukakan secara kronologis dapat kita simpulkan enam
kegiatan dalam langkah dalam pengajuan masalah yaitu latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian.Patut
dikemukakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara keenam kegiatan tersebut.
Antara latar
belakang masalah dan kegunaan penelitian kadamg-kadang sudah terdapat kaitan
yang bersifat a priori umpamanya sebuah penelitian akan digunakan sebegian
dasar penyusunan kebijakan secara nasional. Tentu saja hasil penelitian
dipergunakan untuk kebijakan bersifat nasional maka hal ini akan mempengaruhi
empat kegiatan lainnya terutama sekali proses pembatasan masalah, sebab
untuk generalisasi ke tingkat nasional kita tidak mungkin melakukan infersens
dari hasil penelitian yang terbatas pada suatu kecamatan.
Penyusunan kerangka teoritis. Setelah masalah berhasil dirumuskan dengan
baik maka langkah kedua dalam metode ilmiah adalah mengajukan hipotesis.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang
diajukan. Seperti diketahui dalam memecahkan berbagai persoalan terdapat
bermacam cara yang dapat ditempuh manusia. Namun secara garis besarnya
maka cara tersebut dapat dikategorikan kepada cara ilmiah dan non ilmiah.
Dengan
meletakkan kerangka teoritis pada fungsi sebenarnya maka kita lebih maju dalam
meningkatkan mutu keilmuan keegiatan penelitian. Secara ringkas langkah
dalam menyusun kerangka teoritis dan pengauan hipotesis adalah: pengkajian
mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis, pembahasan
mengenai penelitian-penelitian yang relevan, penyusunan kerangka
berpikir, dalam pengajuan hipotesis dengan menggunakan premis-premis dan
perumusan hipotesis.
Metodologi penelitian. Pada bagian ini setelah berhasil merumuskan hipotesis yang
diturunkan secara deduktif dari pengetahuan ilmiah yang relevan maka langkah
berikutnya adalah mengajukan hipotesis tersebut secara empirik. Artinya kita
melakukan verifikasi apakah pernyataan yang didukung. Oleh hipotesis yang
diajukan tersebut didukung atau tidak oleh kenyataan yang bersifat
faktual.
Secara
ringkas dalam penyusunan dalam metodologi penelitian mencakup kegiatan
sebagai berikut: tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk
pertanyaan yang mengidentifikasikan variabel-variabel dan
karakteristik-karakteristik hubungan yang akan diteliti, tempat dan waktu
penelitian dimana akan dilakukan generalisasi mengenai variabel-variabel yang
ditelit, metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian
dan tingkat generalisasi yang diharapkan,teknik pengambilan contoh yang relevan
dengan tujuan penelitian tingkat keumuman dan metode penelitian, teknik
pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang akan
dikumpulkan, suber data, teknik pengukuran, instrument,
dan teknik mendapatkan data, teknik analisis data yang mencakup
langkah-langkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan
berdasarkan pengajuan hipotesis.
Setelah
perumusan masalah, pengajuan hipotesis dan penetapan metode penelitian maka
sampailah kita kepada langkah berikutnya yakni melaporkan hasil apa yang kita
temukan berdasarkan hasil penelitian. Sebaiknya bagian ini betul-betul
dipergunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan selama penelitian
untuk menarik kesimpulan penelitian. Deskripsi tentang
langkah-langkah dan cara pengelompokan data sebaiknya sudah dinyatakan dalam
metodologi penelitian. Namun sering kita melihat bahwa bagian ini
dipenuhi dengan pernyataan-peryataan yang kurang relevan dan pembahasan hasil
penelitian yang menyebabkan menjadi kurang tajamnya fokus analisis dalam
pengkajian.
Dengan
memahami struktur penelitian dan penulisan ilmiah, maka barulah
dalam peroses penerapan ilmia dapat dilakukan dengan baik sehinga
hasilnya-pun dapat dicapai dengan baik serta bermanfaat kepada pengembangan
ilmu pengetahuan.
C. Penutup
1.
Bidang
garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan
aksiologi.
2.
Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk
menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara
berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh
pengetahuan juga berkembang. Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa
teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan teori
kebenaran.
3.
Kemampuan menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan
yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan
buah pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup
berbekal pengetahuan.
4.
Penulisan
ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang
dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan penguasaan
yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penerapan dalam suatu
penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis.
D.
Daftar
Pustaka
Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology;
The Science Of Values
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta
Bertens, K., 1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius
Yogyakarta
Chalmers A.F. 1983. Apa itu yang dinamakan Ilmu. Jakarta. Suatu Penilaian
tentang watak dan Status Ilmu Serta Metodenya. (Terjemahan redaksi Hasta
Mitra, Hasan Mitra)
George F. Kneller. 1989. Intruduktion to the Philosohy of
Education (New Yoark: John Weley)
http://wangmuba.com/2009/04/20/filsafat-ilmu-dan-ilmu-pengetahuan-sebagai-jalan-menuju-kebenaran/
4-11-09
Jujun S. 2007 Filsafat ilmu. (sebuah Pengantar popoler) PT. Pancaranintan
Indgraha, Jakarta.
Jujun S. 2006. Ilmu Dalam Persepektif . Sebuah Kumpulan Karangan tentang
Hakekat Ilmu Jakarta (Yayasan Obor Indonesia)
Kuhn Thomas S. 2008. The Structure of Scientific Revolutions. Penerbit PT.
remaja Rosdakarya Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar